Postingan Populer

Rabu, 18 Desember 2024

Dituding Abaikan Lingkungan dan Kesepakatan: Warga Desak APH Tutup PT. FUTAI Bitung Sulawesi Utara


BITUNG,  Sulawesi Utara – PT Futai Sulawesi Utara kembali menjadi sorotan tajam akibat dugaan pelanggaran berat terkait pengelolaan limbah dan pencemaran lingkungan. Perusahaan yang beroperasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kota Bitung ini diduga tidak memiliki izin pengelolaan limbah yang sesuai, sehingga menyebabkan pencemaran parah di aliran sungai Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Matuari. 
-Rabu, (18/12/2024).



Warga setempat mengeluhkan bau busuk menyengat yang berasal dari limbah perusahaan. Limbah cair tersebut dilaporkan mengalir langsung ke sungai, menyebabkan matinya ikan dan terganggunya ekosistem perairan di wilayah tersebut. Meski sudah sering mendapat sorotan dari warga dan media, PT Futai disebut masih terus membuang limbah tanpa adanya upaya perbaikan.

Sebelumnya, pihak perusahaan telah beberapa kali dimediasi oleh pemerintah Kelurahan Tanjung Merah, Camat Matuari, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bitung, dan Polsek Matuari untuk memperbaiki sistem pengelolaan limbah. Namun, kesepakatan ini dilanggar berulang kali. PT Futai tetap membuang limbah ke sungai tanpa menunjukkan komitmen untuk memperbaiki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Tak hanya pencemaran sungai, perusahaan ini kembali memancing kemarahan warga setelah diduga menyerobot lahan pemakaman dengan menanam pipa pembuangan limbah yang direncanakan langsung mengarah ke laut. Warga yang marah menghentikan kegiatan penggalian dengan alat berat ekskavator. Insiden ini memicu gelombang protes dan penolakan keras dari masyarakat.

Kinerja pemerintah kelurahan, kecamatan, DLH, dan aparat penegak hukum, termasuk Gakkum Sulawesi Utara, mendapat sorotan tajam. Warga mempertanyakan mengapa pelanggaran ini terus berlangsung tanpa tindakan tegas terhadap PT Futai. Perusahaan Daerah Membangun Sulut Hebat, yang bertanggung jawab sebagai pengelola KEK, juga dianggap tidak peduli terhadap keresahan warga dan dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Melihat pelanggaran yang terus berulang, warga mendesak agar PT Futai segera dihentikan operasionalnya sementara waktu. Penutupan ini dinilai perlu dilakukan hingga perusahaan benar-benar memiliki IPAL yang memadai dan memenuhi standar pengelolaan limbah.

Kasus ini bukan hanya soal pencemaran lingkungan, tetapi juga mencerminkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan yang beroperasi di KEK. Pemerintah provinsi dan aparat penegak hukum diminta untuk bertindak tegas agar kejadian serupa tidak terus berulang.

Apakah pemerintah akan terus membiarkan PT Futai beroperasi tanpa sanksi tegas? Ataukah ada keberanian untuk menegakkan keadilan demi melindungi warga dan lingkungan? Pertanyaan ini masih menjadi tanda tanya besar di tengah keresahan masyarakat Kota Bitung.

L.I.79

0 comments:

Posting Komentar

Harus bersifat membangun